Setelah pada artikel sebelumnya dibahas mengenai bagaimana harapan itu menjadi kekuatan di dalam kehidupan, saat ini akan dibahas mengenai mewujudkan harapan.
MEWUJUDKAN HARAPAN
Lantas, timbul pertanyaan bagaimana cara kita mewujudkan harapan dalam hidup kita sehari-hari? Perkenankanlah saya membagikan beberapa poin penting sebagai bahan perenungan buat kita semua.
• Harapan sejati datang dari sikap berserah kepada Tuhan.
Kitab Suci mengingatkan kita akan pentingnya sikap mengandalkan Tuhan, "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN! Ia akan seperti semak bulus di padang belantara, ia tidak akan mengalami datangnya keadaan baik; ia akan tinggal di tanah angus di padang gurun, di negeri padang asing yang tidak berpenduduk. Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN! Ia akan seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi batang air, dan yang tidak mengalami datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak kuatir dalam tahun kering, dan yang tidak berhenti menghasilkan buah."
Saya banyak mengamati orang-orang yang dalam hidup ini yang mengaku beriman namun pada kenyataan lebih bersifat memaksa Tuhan. Jika ia menginginkan sesuatu, ia terus memaksakan diri agar hal tersebut bisa diraihnya, meski di sisi lain ia terkadang mengorbankan hal tertentu. Misalnya, seorang ayah yang merintis karir dengan penuh ambisi dan menghalalkan segala cara. Dalam waktu singkat karirnya begitu cemerlang namun ia begitu dibenci banyak orang di kantornya dan kehilangan keharmonisan dengan istri dan anaknya lantaran jarang berada di rumah. Tidak heran jika seorang teman pernah memberikan saya sebuah rumus sederhana namun penuh makna, yaitu:
Ambisi + Kompetensi - Nilai (Spiritual) = Kehancuran.
Ada juga orang yang begitu mengagung-agungkan kekuatan pikiran (brain power) sehingga pikiran dianggap seperti Tuhan alias menuhankan pikiran. Saya pernah berdiskusi dengan seorang pakar brain power dan bertanya kepadanya apakah dengan kekuatan pikiran ia bisa merancang anak keempatnya laki-laki mengingat ketiga anaknya perempuan. Dengan penuh kerendahan hati ia menjawab, "Tentu tidak bisa, Pak! Kita harus tahu bahwa kekuatan pikiran itu ada batasnya dan kita harus sadar ada faktor X, yaitu Tuhan."
Dalam sebuah seminar, saya pernah memperlihatkan kepada para peserta foto anak saya ketika koma di ICU dengan kabel-kabel di sekujur tubuhnya. Saya kemudian bertanya, "Apakah dalam keadaan seperti ini, Anda masih bisa mengandalkan kekuatan pikiran dan melakukan berbagai afirmasi?"
Guru spiritual, Y.Sutiman berkata, "Iman artinya menyerahkan segalanya kepada kehendak Tuhan dan tidak memaksa. Dengan menyerahkan segalanya kepada kehendak Tuhan, seseorang akan merasakan damai sejahtera. Sebaliknya, jika ia memaksa, hatinya tidak akan pernah tenang."
Sepasang suami istri yang telah empat tahun menikah dan belum dikaruniai anak serta sang istri yang telah divonis mandul memberikan kesaksian, "Kami tetap berharap bisa memiliki anak namun kami tidak mau memaksa Tuhan. Diberikan kami bersyukur. Tidak diberikan, kami tetap bersyukur." Siapa yang menyangka di usia pernikahan yang kelima sang istri hamil.
Disadari atau tidak, semua yang kita miliki dalam hidup ini (harta benda, materi, istri, anak bahkan baju yang sedang kita pakai saat ini) adalah titipan yang tidak akan kita bawa ketika kita berpulang. Jika kita belum mendapatkan titipan tersebut hendaklah kita tidak kecil hati. Sebaliknya, bersyukurlah atas berbagai titipan lainnya yang telah kita terima.
Secara pribadi, saya meyakini bahwa Tuhan akan selalu menjawab doa umat-Nya. Hanya Ia menjawab dengan caranya yang terkadang tidak bisa kita pahami. Terkadang, Ia menjawab "Ya" dan memberikan apa yang kita minta. Terkadang, Ia menjawab "Tidak" dan Ia akan memberikan yang terbaik menurut-Nya. Mungkinkah seorang ibu yang penuh kasih sayang memberikan buaya dua meter kepada anaknya yang merengek-rengek memintanya setelah anak tersebut menyaksikan di TV betapa asyiknya ketika seorang pawang bermain-main dengan buaya liar? Jika manusia saja bisa berbuat seperti itu karena kasihnya, apalah Dia, Sang Maha Pengasih?
Sayangnya, terkadang kita kurang peka akan sinyal-sinyal Ilahi yang berkata "Tidak" lalu mencoba mewujudkan semuanya itu dengan cara kita sendiri. Alhasil, hati kita menjadi tidak tenang meski impian tersebut telah kita raih, bahkan bisa jadi kita kehilangan kebahagiaan dalam hidup ini. Sungguh ironis!
Terkadang, Tuhan akan menjawab doa kita dengan kata "Tunggu." Inilah sering sekali saya alami dan saya tahu kalau Ia berkata "Tunggu", Ia akan membuat semuanya indah pada waktunya.
• Harapan sifatnya bisa naik - turun.
Ibarat gelombang laut yang ada pasang - surut, begitu juga harapan dalam hidup manusia. Bagaimana mempertahankan atau meningkatkan harapan dalam hidup? Ada beberapa hal sederhana yang sebetulnya bisa kita lakukan. Misalnya, bergaullah dengan orang-orang yang berpengharapan. Seorang teman yang aktif di sebuah bisnis jaringan berkata, "Saya menyukai bisnis ini karena saya selalu bisa berkumpul dan berada di tengah-tengah orang yang penuh semangat dan positif. Mereka tidak mudah mengeluh dan tidak mudah menyerah sekalipun keadaan sedang memburuk."
Disadari atau tidak, orang-orang di sekitar kita dapat menjadi faktor plus (+), faktor minus (-), faktor pembagi (:) atau faktor pengali (x). Faktor plus artinya mereka memberikan nilai tambah bagi hidup kita sehingga hidup kita semakin baik. Faktor minus artinya mereka mengurangi sesuatu dalam hidup kita (bisa jadi kebahagiaan kita atau apa pun yang kita miliki). Faktor pembagi artinya mereka bisa membagi atau menghancurkan kita, atau setidaknya membuat kita tidak fokus dalam memperjuangkan masa depan (perhatian kita terbagi-bagi alias terpecah-pecah karena ulah mereka). Sedangkan faktor pengali artinya mereka bisa membuat kita melejit secara cepat atau memuluskan langkah kita dalam meraih sesuatu.
Oleh sebab itu, kita harus selektif dalam memilih teman-teman dekat kita. Kasihilah semua orang namun kita tidak perlu akrab dengan semua orang. Kitab Suci mengingatkan kita akan hal ini, "Ketahuilah bahwa pada hari-hari terakhir akan datang masa yang sukar. Manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang. Mereka akan membual dan menyombongkan diri, mereka akan menjadi pemfitnah, mereka akan berontak terhadap orang tua dan tidak tahu berterima kasih, tidak mempedulikan agama, tidak tahu mengasihi, tidak mau berdamai, suka menjelekkan orang, tidak dapat mengekang diri, garang, tidak suka yang baik, suka mengkhianat, tidak berpikir panjang, berlagak tahu, lebih menuruti hawa nafsu dari pada menuruti Tuhan. Secara lahiriah mereka menjalankan ibadah mereka, tetapi pada hakekatnya mereka memungkiri kekuatan-Nya. Jauhilah mereka itu!"
Selain bergaul dengan orang yang berpengharapan, kita juga perlu memasukkan ke dalam pikiran dan hati kita, hal-hal yang berpengharapan, seperti rajin berdoa dan membaca Kitab Suci juga membaca buku-buku positif lainnya. Sebaliknya, kurangilah secara radikal hal-hal yang negatif, termasuk berita-berita yang negatif (terutama berita yang sifatnya gosip alias mencari kejelekan orang lain). Waspadailah tontonan kita!
• Lakukan bagian kita dan berserah penuh pada Tuhan.
Dalam buku Reach Your Maximum Potential, saya menulis agar sesuatu terjadi, ada bagian yang harus kita lakukan dan ada bagian yang tidak bisa (dan tidak harus kita lakukan) karena hanya Tuhanlah yang bisa melakukannya. Ada faktor manusia (human factor) dan ada faktor Tuhan (God factor). Keduanya harus bekerja sama. "Without God, we can not," itu namanya human factor. Sedangkan God factor berbunyi, "Without us, God will not."
Terkadang kita belum berusaha secara maksimal dan langsung putus asa. Masih ingatkah kita semboyan bahwa pahlawan berjuang sampai titik darah penghabisan? Tentu perjuangan itu tidak mudah sebab diperlukan banyak sekali pengorbanan. Ingatlah, jalan menuju puncak selalu menanjak! Mereka yang berhasil mencapai puncak sangatlah sedikit dan mereka adalah orang-orang yang terus berjalan sementara yang lain sama sekali tidak bersedia mendaki (dan tetap berada di dasar gunung), sebagian lagi memulai pendakian dan berhenti di tengah jalan. Ada juga yang memutuskan untuk turun dengan berbagai alasan.
Tampaknya syair lagu Ku Tak Akan Menyerah yang dinyanyikan Jeffry S. Tjandra akan membuat kita lebih sadar mengenai hal ini, "Dalam segala perkara, Tuhan punya rencana yang lebih besar dari semua yang terpikirkan. Apa pun yang Kau perbuat tak ada maksud jahat. Sebab itu kulakukan semua dengan-Mu, Tuhan... Ku tak akan menyerah pada apa pun juga sebelum kucoba semua yang kubisa tetapi kuberserah kepada kehendak-Mu. Hatiku percaya Tuhan punya rencana."
Seorang sahabat pernah berkata kepada saya, "Ketika saya memulai sebuah karya, saya telah memiliki gambaran mengenai hasil akhir yang ingin saya raih. Kemudian, saya melangkah dan menjalani satu per satu proses yang ada dengan penuh ketekunan dan kesabaran. Semakin hari saya akan semakin mendekati hasil akhir dan perjalanan saya akan terasa lebih ringan ketika saya mempersembahkan seluruhnya demi kemuliaan nama Tuhan. Saya tidak terlalu peduli apakah saya akan mendapat pujian atau terkenal karena karya tersebut sebab saya tahu semuanya itu adalah karya Tuhan melalui hidup saya..."
Bagaimana dengan kita saat ini?
Sumber : Paulus Winarto